“FILSAFAT ILMU
PENGETAHUAN
DAN UKURAN
KEBENARAN”
Makalah
ini di ajukan sebagai pemenuhan tugas
mata
kuliah Filsafat
Ilmu
Dosen
: Widodo,S.Pd,M.Pd
Penulis
Nama :
FEBRI ARIYANANTI
NIM :
2111001210120
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN
ILMU EKSAKTA DAN KEOLAHRAGAAN
IKIP BUDI UTOMO MALANG
2012
DAFTAR ISI
Hal.
COVER
DAFTAR
ISI ………………………………………………………………………. ii
KATA
PENGATAR ……………………………………………………………….. iii
I.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah …………………………………………….. 1
2.
Rumusan masalah …………………………………………………… 2
3.
Tujuan penulisan …………………………………………………….. 2
II.
PEMBAHASAN ………………………………………………………… 3
III.
PENUTUP
1.
Kesimpulan ………………………………………………………….. 10
2. Saran ………….……………………………………………………... 10
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………………………………….. 11
KATA PENGANTAR
Sebagai pengajar atau pendidik,
guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan.
Demikianpun dalam upaya membelajarkan siswa, guru dituntut memiliki multi peran
sehingga mampu menciptakan kondisi belajar yang efektif. Agar dapat mengajar
efektif, guru harus meningkatkan kesempatan belajar bagi siswa (kuantitas) dan
meningkatkan mutu (kualitas) mengajarnya. Untuk memenuhi harapan tersebut,
terutama yang berkenaan dengan upaya meningkatkan kualitas guru profesional,
maka dalam kesempatan ini penulis diberikan tugas oleh dosen pembimbing bapak Widodo,S.Pd,M.Pd
untuk membuat makalah yang berjudul “Filsafat
Ilmu Pengetahuan dan Ukuran kebenaran” pada mata kuliah Filsafat Ilmu guna
dapat dijadikan salah satu pedoman untuk mengantarkan para pembaca, dan
khusunya sebagai tugas Ujian Tengah Semester. Namun demikian, penulis menyadari
bahwa makalah ini tidak menutup kemungkinan masih ada kekurangan mengingat
keterbatasan waktu dan kemampuan penulis. Untuk itu tegur sapa, kritik dan
saran dinantikan para pembaca. Akhirnya, penulis persembahkan makalah ini pada
pembaca dan semoga bermanfaat. Tak lupa terima kasih atas segala perhatian
pembaca serta atas bimbingan dosen mata kuliah pengantar Filsafat Ilmu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan.
Purwosari, 10 Mei 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Disini,
filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemology dan ontology. Filsafat
ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-maslah seperti : apa dan
bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana
konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan,
memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan
validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah;
macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta
implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu
pengetahuan itu sendiri.
Filsafat
dan ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan baik secara subtansial maupun
historis. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat,
sebaiknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Ilmu
atau Sains merupakan komponen terbesar yang diajarkan dalam semua tingkat
pendidikan. Walaupun telah bertahun-tahun mempelajari ilmu, pengetahuan ilmiah tidak digunakan sebagai acuan dalam kehidupan
sehari-hari.
Ilmu dianggap sebagai hafalan saja, bukan sebagai
pengetahuan yang mendeskripsikan, menjelaskan, mmprediksikan gejala alam untuk
kesejahteraan kenyamaan hidup. Kini ilmu telah tercerabut dari nilai luhur
ilmu, yaitu untuk menyejahterakan umat manusia. Bahkan tidak mustahil terjadi,
ilmu dan teknologi menjadi bencana bagi kehidupan manusia, seoerti pemanasan
global.
Ilmu dan teknologi telah kehilangan rohnya yang
fundamental, karena ilmu telah mengurangi bahkan menghilangkan peran manusia,
dan bahkan tanpa disadari manusia telah menjadi budak ilmu dan teknologi.
Oleh karena itu filsafat ilmu mencoba mengembalikan roh
dan nilai luhur dari ilmu, agar ilmu tidak menjadi bumerang bagi kehidupan
manusia. Filsafat ilmu akan mempertegas bahwa ilmu dan teknologi adalah
instrumen dalam mencapai kesejahteraan bukan tujuan.
Filsafat ilmu diberikan sebagai pengetahuan bagi orang
yang ingin mendalami hakikat ilmu dan kaitannya dengan pengetahuan lainnya.
Dalam masyarakat religius ilmu dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari nilai ketuhanan karena sumber ilmu yang hakiki adalah Tuhan. Manusa diberi
daya fikir oleh Tuhan, dan dengan daya fikir inilh manusia menemukan
teori-teori ilmiah dan teknologi. Pengaruh agama yang kaku dan dokmatiskadang
kala menghambat perkembangan ilmu.
Oleh karenanya, diperlukan kecerdasan dan kejeliandalam
memahami kebenaran ilmiah dengan sistem nilai dalam agama, agar keduanya tidak
saing bertentangan.
Dalam filsafat ilmu, ilmu akan dijelaskan secara
filosofis dan akademis sehingga ilmu da teknologi tidak tercerabut dari niai agama,
kemanusiaan dan lingkungan. Dengan demikian filsafat ilmu akan memberikan nilai
dan orientasi yng jelas bagi stiap ilmu.
B. Rumusan
Masalah
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka
penyusun mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa
pengertian filsafat, menurut bahasa-bahasa lainnya
2.
Arti
dari pengertian Filsafat Ilmu.
3.
Pengetahuan
dan ukuran kebenaran.
4.
Sejarah
perkembangan ilmu.
5.
Dasar-dasar
ilmu.
C. Tujuan
1.
Dapat memahami filsafat ilmu dan
pengetahuan.
2.
Dapat mengembangkan arti kehidupan melalui
imu.
3.
Akan sadar bahwa Ilmu itu tidak luput
dari nilai-nilai ketuhanan.
4.
Mempertahankan kehidupan dan
kemanusiaan itu sendiri.
5.
Mencapai tujuan hidup dari pengetahun
dan ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Makna Filsafat dari Segi Bahasa
Filsafat
berasal dari bahasa Yunani, Phioshopia atau Philoshophos. Phios atau Philein
berarti teman atau cinta, dan Shopia atau Shophos berarti kebijaksanaan,
pengetahuan dan hikmah. Filsafat berarti juga mater scientiarum yang artiya induk dari segala ilmu pengetahuan.
Kata filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata Falsafah (Arab), Philosophie (Prancis,
Belanda dan Jerman), serta Philosophy (Inggris).
Dengan
demikian filsafat berarti mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (kata
sifat), bisa berarti teman kebijaksanaan (kata bend) atau induk dari segala
ilmu pengetahuan.
Pengertian
filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian
filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya.
Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat
mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles
berpendapat kalau filsafat adalah ilmu (pengetahuan ) yang meliputi kebenaran
yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika,
ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat
bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana
hakikat yang sebenarnya. Tapi dari
Berikut
ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:
1. Plato
( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
2. Aristoteles
( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas
segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas
penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
3. Cicero
( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother
of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni
kehidupan )
4. Johann
Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari
ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan
sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan
seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
5. Paul
Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak
menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang
sama, yang memikul sekaliannya .
6. Imanuel
Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
1.
Apakah
yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
2.
Apakah
yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
3.
Sampai
dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
4.
Apakah
yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
7.
Notonegoro:
Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang
mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
8.
Driyakarya
: filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada
dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa
yang penghabisan “.
9.
Sidi
Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran ,
tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik
dan universal.
10.
Harold
H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap
kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah
suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang
dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu
pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan
penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah
kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya
oleh para ahli filsafat.
11.
Hasbullah
Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah
mencapai pengetahuan itu.
12.
Prof.
Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui
kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
13.
Prof.Dr.Ismaun,
M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan
qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis,
universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang
hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
14.
Bertrand
Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan
sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai
masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh,
tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian
akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.
2.2 Pengertian Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari Epistomologi (filsafat
pengetauan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).
Ilmu berasal dar bahasa Arab : ‘alima, ya’lamu,‘ilman yang berarti
mengetahui, memahami dan mengerti benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science, dari bahasa latin yang berasal
dari kata scientia (pengetahuan) atau
scire (mengetahui). Sedangkan dalam
bahas Yunani adalah episteme (pengetahuan).
Dalam kamus bahasa Indonesia, ilmu adalah pengetahuan tentang
suatu bidang yang tersusun secara bersistem menurut metode-mrtode tertentu yang
dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang itu (kamus
Bahasa Indonesia 1998).
2.3 Pengetahuan dan Ukuran Kebenaran
2.3.1 Pengetahuan
Dalam Encyclopedia of Philosophy, pegetahuan didefinisikan
sebagai kepercayaan yang benar. Menurut Ssidi Gazalba, pengetahuan adalah apa
yang dketahui atau hasil pkerjaan mengetahui. Mengetahui itu hasil kenal,
sadar, insaf, mengerti benar dan pandai.
Pengetahuan itu harus benar, kalau tidk
benar maka bukan pengetahuan tetapi kekeliruan atau kontradiksi. Pengetahuan
merupakan hasil suatu proses atau pengalaman yang sadar. Pengetahuan (knowledge) merupakan terminologi generik
yang mencakup seluruh hal yang iketahui mnusia. Dengan demikian pengetahuan
adalah kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan dan
intuisi yang mampu menangkap alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya
untuk mencapai suatu tujuan.
Tujuan manusia mempunyai pengetahuan
adalah :
1.
Memenuhi
kebutuhan untuk kelangsungan hidup.
2.
Mengembangkan
arti kehidupan.
3.
Mempertahankan
kehidupan dan kemanusiaan itu sendiri.
4.
Mencapai
tujuan hidup.
Binatangpun mempunyai pengetahuan, tetapi hanya sekedar
atau terbatas untuk melangsungkan hidup (tujuan survival).
a.
Jenis
Pengetahuan
Pengetahuan biasa (common sense) yang digunakan terutama untuk
kehiupan sehari-hari, tanpa mengetahui seluk beluk yang sedalam-dalamnya dan
seluas-luasnya. Pengetahuan ilmiah atau ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh
dengan cara khusus, bukan hanya digunakan saja tetapi ingin mngtahui lebih
dalam dan luas untuk mengetahui kebenarannya, tetapi masih berkisar pada
pengalaman.
Pengetahuan filsafat adalah pengetahuan yang
tidak mengenal batas, sehingga yang dicari adalah sebab-sebab yang paling dalam
dan hakiki sampai diluar dan diatas pengalaman biasa. Pengetahuan agama, suatu
pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para Nabi dan Rosulnya.
Pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.
b.
Gejala
Mengetahui
Pada suatu saat, manusia ingin mengetahui
sesuatu tentang dirinya, orang lain, yang baik dan yang buruk, yang indah dan
jelek, dan macam-macam lagi.
Jika
ingin mengetahui sesuatu, tentu ada suatu dorongan dari dalam diri manusia yang
mengajukan pertanyaan yang perlu jawaban memuaskan keingintahuannya. Dorongan
itu disebut rasa ingin mengetahui.
Sesuatu yang diketahui manusia disebut
pengetahuan. Pengetahuan yang memuaskan manusia adalh pengetahuan yang benar.
Pengetahuan yang tidak benar adalah kekeliruan. Keliru sering kali lebih jelek
dari pada tidak tahu. Pengetahuan yang keliru dijadikan tindakan atau perbuatan akan menghasilkan kekeliruan,
kesalahan dan malapetaka.
Sasaran atau objek yang ingin diketahui
adalah suatu yang ada, yang nugnkin ada, yang pernah ada dan suatu yang
mengadakan. Dengan demikian manusia dirangsang keingintahuannya oleh alam
sekitarnya melalui indranya dan pengalamannya.
Hasil
gejala mengetahui adalah manusia mengetahui secara sadar bahwa dia telah
mengetahui.
c.
Kelompok
Manusia
Manusia tahu, bahwa ia tahu. Manusia
tahu bahwa ia tidak tahu. Manusia tidak tahu bahwa ia tidak tahu. Manusia tidak
tahu bahwa ia tidak tahu. Dengan demikian pengetahuan yang diperoleh manusia
sebenarnya baru ada, kalu manusia itu sudah mengambil kesimpulan dari berbagai
pengalamnnya bahwa objek yang ingin diketahuinya itu sudah benar-benar
diketahui.
d.
Pengetahuan
Ilmiah.
Pengetahuan ilmiah atau ilmu (science)
pada dasarnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematiskan
common sense, suatu pengetahuan sehari-hari yang dilanjutkan dengan suatu
pemikiran cermat dan seksama dengan menggunakan berbagai metode.
Ilmu merupakan suatu metode berfikir
secara objektif yang bertujuan untuk menggambarkan dan member makna terhadap
gejala dan fakta melalui observasi, eksperimen dan klasifikasi. Ilmu harus bersifat
objektif, karena dimulai dari fakta, menyampingkan sifat kedirian, mengutamakan
pemikiran logic dan netral.
e.
Hakekat
Pengetahuan
Ada
dua teori yang digunakan untuk mengetahui hakekat pengetahuan :
1.
Realisme,
Teori
ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengatuah adalah gambaran yang
sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata.
2.
Idealisme,
Teori
ini menerangkan bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental atau psikologis
yang bersifat subjektif.
Pengetahuan
merupakan gambaran subjektif tentang sesuatu yang ada dalam alam menurut
pendapat atau penglihatan orang yang mengalami dan mengetahuinya. Premis pokok
adalah jiwa yang mempunyai kedudukan utama dalam alam semesta.
f.
Sumber
Pengetahuan
Ada
beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan, antara lain :
1.
Empirisme
Menurut
aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, dalam hal ini
harus ada 3 hal yaitu yang mengetahua (subjek), yang diketahui (objek), dan
cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang terkenal : John Locke (1632-1704), George Barkeley (1685-1753), dan David Hume.
2.
Rasionalisme
Aliran
ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian dan kebenaran
pengetahuan, walaupun belum didukung fakta empiris. Tokohnya adalah Rene
Descartes (1596-1650), Baruch Spinoza (1632-1677), dan Gottried Leibniz
(1646-1716).
3.
Intuisi
Dengan
intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui proses
penalaran tertentu. Henry Bergson menganggap intuisi merupakan hasil dari
evolusi pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal.
4.
Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang bersumber
dari Tuhan melalui hambaNya yang terpilih untuk menyampaikannya ( nabi dan
rosul). Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah
pengetahuan baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia.
2.3.2 Ukuran Kebenaran
Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia
untuk menemukan kebenaran. Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu
benar bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau criteria
kebenaran.
Ada tiga jenis kebenaran yaituyaitu :
Kebenaran epistemology (berkaitan dengan pengetahuan), kebenaran ontologis
(berkaitan dengan sesuatu yang ada atau diadakan), dan kebenaran semantic
(berkaitan dengan bahasa dan tutur kata).
Ada empat teori kebenaran yaitu teori
korespondensi, teori koherensi, teori pragmatism dan teori agama. Ketiga teori
pertama mempunyai perbedaan paradigm. Teori koherensi mendasarkan diri pada
kebenaran rasio, teori korespondensi pada kebenaran factual, dan teori
fragmatisme fungsional pada fungsi dan kegunaan kebenaran itu sendiri.
1.
Seluruh teori melibatkan logika, baik
logika formal maupun material(deduktif dan induktif).
2.
Melibatkan bahasa untuk menguji
kebenaran itu,
3.
Menggunakan pengalamn untuk mengetahui kebenaran
itu.
a.
Teori
Korespondensi (correspondence Theorhy of
Truth)
Menerangkan
bahwa kebenaran atau suatu keadaan itu terbukti benar bila ada kesesuaian
antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang
dituju atau dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
Kebenaran
adalah kesesuaian kenyataan dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang
serasi dengan situasi actual. Dengan demikian ada lima unsure yang perlu, yaitu
pernyataan (statement), situasi (situation), kenyataan (realitas), dan putusan (judgement).
Kebenaran
adalah fidelityto objective reality atau
kesesuaian pikiran dengan kenyataan.
Teori
ini dianut oleh aliran realis, pelopornya Plato, Aristoteles dan Moore.
Dikembangkan lebih lanjt oleh Ibnu Sina, Thomas AquinasDiabadskolastik, serta
oleh Bertrand Russel pada abad modern.
Cara
berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespondensi ini.
b.
Teori
Koherensi (The Choherence Theory of
Truthi)
Teori
ini mengganggap suatu pernyataan benar bila didalamnya tidak ada pertentangan,
bersifat koherensi dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah
dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika
pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain
yang telah diterima kebenarannya.
Rumusan
kebenarannya adalah : Jika A = B dan B = C, maka A = C.
Logika matematika yang deduktif memakai
teori kebenaran koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan
benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh
aliran metafisikus, rasionalis dan idealis. Teori ini sudah ada sejak pra
Socrates, kemudian dikembangkan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu
teori di anggap benar apabila telah di buktikan (justifikasi) benar dan tahan
uji (testable). Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yang benar
atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan
sendirinya.
c.
Teori
Pragmatisme (the pragmatic theory of
truth)
Teori
ini menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memiliki kebenaran bila
memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Kaum pragmatis
menggunakan criteria kebenarannya dengan keguanaan (utility), dapar dikerjakan
(workability), dan akibat yang memuaskan.oleh karena itu tidak ada kebenaran
yang mutlak atau tetap, kebenarannya tergantung pada kerja, manfaat dan
akibatnya.
Akibat
atau hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :
1.
Sesuai dengan keinginan dan tujuan.
2.
Sesuai dan teruji dengan suatu
eksperimen.
3.
Ikut membantu dan mendorong perjuangan
untuk tetap eksis (ada).
Teori
ini merupakan sumbangan paling nyata dari para filsuf Amerika. Tokohnya adalah
Charles S. Pierce (1839-1914) dan diikuti oleh William James dan John Dewey
(1859-1952).