“INDONESIA SEBAGAI NEGARA
HUKUM, IMPLEMENTASINYA SEBAGAI UPAYA UNTUK MENEGKKAN KEADILAN”
Makalah
ini di ajukan sebagai pemenuhan tugas
mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen
: Heru
Sofyan,SH.M.Pd
Penyusun : ”KELOMPOK VII”
1.
AHMAD ASRORI ( )
2.
ARIJAL DWI
PAMBUDI (2111001210147)
3.
DHOIFATUL KHOIRIYAH (2111001210121)
4.
EKA AGUSTIANINGSIH (2111001210202)
5.
FEBRI ARIYANANTI (2111001210120)
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN
ILMU EKSAKTA DAN KEOLAHRAGAAN
IKIP BUDI UTOMO MALANG
2012
DAFTAR ISI
Hal.
COVER
DAFTAR
ISI ………………………………………………………………………. ii
KATA
PENGATAR ……………………………………………………………….. iii
I.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah …………………………………………….. 1
2.
Rumusan masalah …………………………………………………… 2
3.
Tujuan penulisan …………………………………………………….. 2
II.
PEMBAHASAN ………………………………………………………… 3-5
III.
PENUTUP
1.
Kesimpulan ………………………………………………………….. 6
2. Saran-saran …………………………………………………………... 6
DAFTAR
PUSTAKA
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Alloh Swt. Yang telah memberikan banyak
nikmatnya kepada kami. Sehingga kami mampu menyelesaikan Makalah Pendidikan
Pancasila ini sesuai dengan waktu yang kami rencanakan. Makalah ini kami buat
dalam rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah Pancasila. Yang meliputi
nilai tugas, nilai kelompok, nilai individu, dan nilai keaktifan.
Penyusunan
makalah ini tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah tersusun. Namun,
hanya lebih pendekatan pada study banding atau membandingkan beberapa materi
yang sama dari berbagai referensi. Yang semoga bisa memberi tambahan pada hal
yang terkait dengan Kepentingan Pendidikan Pancasila dalam perkembangan Negara
Indonesia di Era Reformasi.
Pembuatan
makalah ini menggunakan metode pustaka, yaitu mengumpulkan dan mengkaji materi
Pendidikan Pancasila dari berbagai referensi dan internet.
Kami ucapkan
terima kasih kepada Bapak Heru Sofyan,SH.M.Pd sebagai pengajar mata
kuliah Pancasila yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.tidak
lupa pula kepada rekan–rekan yang telah ikut
berpartisipasi. Sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya.
Penyusun
A.
Latar
Belakang
Kondisi Negara Hukum Indonesia
kita dewasa ini sangat memprihatinkan. Hukum diperlukan agar
kebijakan-kebijakan kenegaraan dan pemerintahan dapat memperoleh bentuk resmi
yang bersifat mengikat dan dapat dipaksakan berlakunya untuk umum. Karena hukum
yang baik kita perlukan dalam rangka pembuatan kebijakan (policy making)
yang diperlukan merekayasa, mendinamisasi, mendorong, dan bahkan mengarahkan
guna mencapai tujuan hidup bersama dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Di samping itu, dalam rangka
pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut (policy executing), hukum juga
harus difungsikan sebagai sarana pengendali dan sebagai sumber rujukan yang
mengikat dalam menjalankan segala roda pemerintahan dan kegiatan
penyelenggaraan negara.
Namun dalam kenyataan praktik,
baik dalam konteks pembuatan kebijakan (policy making) maupun dalam
konteks pelaksanaan kebijakan (policy executing), masih terlihat adanya
gejala anomi dan anomali yang belum dapat diselesaikan dengan baik selama 11
tahun pasca reformasi ini. Dari segi sistem norma, perubahan-perubahan telah
terjadi dimulai dari norma-norma dasar dalam konstitusi negara yang mengalami
perubahan mendasar. Dari segi materinya dapat dikatakan bahwa UUD 1945 telah
mengalami perubahan 300 persen dari isi aslinya sebagaimana diwarisi dari tahun
1945. Sebagai akibat lanjutannya maka keseluruhan sistem norma hukum
sebagaimana tercermin dalam pelbagai peraturan perundang-undangan harus pula
diubah dan diperbarui.
Sebenarnya, upaya pembaruan hukum
itu sendiri tentu dapat dikatakan sudah berjalan selama 11 tahun terakhir ini.
Namun demikian, dapat dikatakan bahwa: Pertama, perubahan-perubahan tersebut
cenderung dilakukan secara cicilan sepotong-sepotong tanpa peta jalan
(road-map) yang jelas. Akibatnya, perubahan sistem norma hukum kita selama 11
tahun masa reformasi ini belum menghasilkan kinerja Negara Hukum yang kita
diidealkan. Kedua, pembentukan berbagai peraturan perundang-undang baru telah
sangat banyak menghasil norma-norma hukum baru yang mengikat untuk umum. Akan
tetapi norma-norma baru itu belum secara cepat tersosialisasikan secara umum
sehingga pelaksanaannya di lapangan banyak menghadapi kendala dan kegagalan.
Sebaliknya, norma-norma hukum yang lama, sebagai akibat sudah terbentuknya
norma hukum yang baru, tentu sudah tidak lagi dijadikan rujukan dalam praktik.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
sistem yang dilakukan pemerintah menegakkan hukum keadilan di Negara Indonesia?
2.
Mengapa
hukum sering digunakan sebagai alat untuk mengalahkan pencari keadilan?
C.
Tujuan
penyusunan
Adapun tujuan penyusun dalam menyelesaikan makalah ini
yakni:
1.
Untuk mengetahui apa saja sistem yang
dilakukan pemerintah menegakkan hukum keadilan di Negara Indonesia.
2.
Memanfaatkan hukum sebagai alat untuk
mengalahkan pencari keadilan, khususnya bagi rakyat Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Apa
sistem yang dilakukan pemerintah menegakkan hukum
keadilan di Negara Indonesia?
Negara Indonesia adalah negara hukum, salah
satunya adalah Hukum yang menegakkan keadilan di Indonesia. Dalam buku kelima Nicomachean Ethics, Aristoteles menjelaskan
sangat bagus tentang keadilan. Ia menyebutkan bahwa “Yang sesuai dengan
undang-undang dan sama itu adil, yang bertentangan dengan undang-undang yang
tidak sama itu tidak adil” (F. Budi Hardiman, Filsafat Fragmentaris, 2007).
Sebuah negara tidak akan mengalami keadilan, tanpa menuruti undang-undang yang
ada. Keadilan akan terpuruk. Tercoreng identitas aslinya.
Argumen
tersebut terlihat masuk akal. Namun ada masalah besar di baliknya. Apakah
undang-undang keadilan itu semata-mata merupakan bentuk formalitas belaka di
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan mengakibatkan kepentingan
fundamental para birokrat, seperti soal korupsi dan pelanggaran Hak Azasi
Manusia (HAM)? Apakah keadilan dalam undang-undang hanya sebagai selubung untuk
menutup kekuatan, kepengecutan, dan ketidakmampuan pemerintah untuk menegakkan
hak-hak bangsa yang berdaulat? Atau pemerintah sungguh upaya yang tulus untuk
menyelesaikan konflik ketidakadilan dengan memperhatikan
kepentingan-kepentingan fundamental masyarakat? Namun hingga sekarang masih
saja terasa terlukanya keadilan masyarakat di negara ini, seperti di Papua
Barat dan beberapa tempat lainnya.
Kepatuhan
terhadap undang-undang dianggap adil dan pelanggarannya dianggap tidak adil
(Budi Hardiman, 2007). Kita dapat mengenal tindakan ini adil atau tidak melalui
undang-undang. Tapi kita tidak secara langsung mengatakan ini adil atau tidak,
jika undang-undang itu tidak diberlakukan.
Jadi, penyebab lemahnya penegakkan hukum di Indonesia
disebabkan karena krisis moralitas tokoh-tokoh elit negeri ini yang masih
mementingkan kepentingan pribadi darip ada memikirkan masa depan negeri ini.
Jika para petinggi negeri ini saja sudah berani melanggar hukum, bagaimana
dengan rakyatnya? Bukan hal yang aneh jika sangat banyak pelanggar hukum di
Indonesia yang bisa bebas tanpa harus menindaklanjuti kasusnya.
Masih banyak lagi potret buram penegakkan hukum
di Indonesia yang lainnya. Kita sebagai warga Negara yang mengharapkan keadilan
hukum bisa terwujud di negri ini, sudah reharusnya mentaati peraturan yang
telah dibuat.
2. Mengapa
hukum sering digunakan sebagai alat untuk mengalahkan pencari keadilan?
Indonesia merupakan Negara Hukum, setiap warga Indonesia
wajib mematuhi peraturan hukum yang telah dibuat.
Negara Hukum bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan
negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik.
Ada di antara mereka itu yang mengutip pikiran Frans
Magnis Suseso, bahwa negara itu masih pantas disebut sebagai negara hukum kalau
mengandung sejumlah unsure, yaitu :
1. Demi
kepastian hukum
2. Tuntutan
perlakuan yang sama
3. Legitimasi
demokrasi
4.
Tuntutan akal budi
Demi kepastian hukum,
artinya Pelanggaran HAM Berat dalam UU no.26 tahun 2000 sebagaimana tercantum
dalam pasal 7 hanya meliputi dua macam kejahatan yaitu genosida dan kejahatan
terhadap kemanusiaan. Implikasinya, secara teoretis, para pelanggar HAM yang
bisa diadili menjadi semakin “sedikit” karena kejahatan yang dapat diadili oleh
Pengadilan ini hanya meliputi dua jenis kejahatan itu saja, delik kejahatan
Internasional (delicta juris gentium) diluar dua jenis kejahatan
tersebut seperti misalnya kejahatan agresi dan kejahatan perang serta
pelanggaran terhadap Konvensi Geneva tidak ter-cover di dalam Undang-Undang
ini. Padahal penjelasan Undang-Undang ini secara eksplisit menyatakan bahwa UU
ini mengacu pada Statuta Roma. Selain itu, ternyata ada ketidaksesuaian yang
sangat signifikan antara bentuk-bentuk pelanggaran berat hak asasi manusia
sebagaimana yang dicantumkan dalam UU no.26/2000 dengan definisi tindak
kejahatan serupa menurut hukum internasional.
Tuntutan perlakuan yang sama, artinya
kita ambil contoh dari Sumbawa, DPRD Sumbawa kembali mengingatkan untuk
menghapus istilah lingkar tambang. Pasalnya istilah inilah yang memicu
terjadinya konflik dan pengkotak-kotakan masyarakat, di samping memberikan
keistimewaan kepada kelompok-kelompok masyarakat di wilayah tertentu.
Jadi sebagai pemimpin yang baik, wajib mendengar pendapat
warganya, dan memri hak masing-masing warga. keyakinan pada kesetaraan manusia terutama berkenaan
dengan urusan sosial, politik, dan ekonomi.
Legitimasi
demokrasi, artinya :
Adalah
prinsip yang menunjukkan penerimaan keputusan pemimpin pemerintah dan pejabat
oleh (sebagian besar) publik atas dasar bahwa perolehan para pemimpin 'dan
pelaksanaan kekuasaan telah sesuai dengan prosedur yang berlaku pada masyarakat
umum dan nilai-nilai politik atau moral. Legitimasi mungkin akan diberikan
kepada pemegang kekuasaan dalam berbagai cara dalam masyarakat yang berbeda,
biasanya melibatkan ritual formal serius yang bersifat religius atau
non-religius, misalnya kelahiran kerajaan dan penobatan di monarki, pemilihan
umum dan "sumpah" dalam demokrasi dan seterusnya .
Tuntutan akal budi, artinya kami percaya bahwa setiap manusia memiliki akal
budi. Dengan bekal yang sangat berharga ini, manusia mampu menentukan setiap
langkah dalam kehidupannya: apakah akan maju, mundur atau malah menyimpang? Akal budi yang baik akan mengarahk`n manusia ke jalan
yang lurus. Mungkin pada suatu saat manusia akan mundur atau menyimpang salah
jalan. Tetapi akal budi inilah yang akan berupaya meluruskan kembali jalan
hidup kita.
Akal budi ini adalah anugerah terbesar dari Tuhan untuk
manusia. Inilah yang membedakan kita dengan hewan atau bahkan dengan tumbuhan.
Dengannya kita dapat mempelajari dan mendalami keimanan. Dengan iman inilah
manusia dengan akal budinya mampu mengenali Tuhan.
Jadi seburuk apapun pemimpin-pemimpin yang ada disana
mereka juga harus sadar akan perbuatannya yang mungkin menyimpang dengan
peraturan yang ada, khusunya untuk hak rakyat kecil.
BAB
III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Lemahnya perlindungan hukum terhadap masyarakat,
kurangnya konsistensi dalam penegakan hukum, rendahnya kontrol terhadap
penegakan hokum merupakan penyebab kemerosotan penegakkan hukum di Indonesia.
Hukum
keadilan di Negara ini layaknya harus ditegakkan, bukan untuk para pejabat saja
tetapi juga bagi semua warga Negara.
2.
SARAN
Masyarakat
yang sehat dituntut untuk selalu menyediakan “bahan bakar” keadilan yaitu
kejujuran dan keberanian agar perjalanan masyarakat dan negara tidak menyimpang
dari tujuan bersama. Utamakan kepentingan bersama demi masa depan negeri ini.
Karena bagaimanapun juga Negara ini adalah Negara hukum, kita sebagai warga
Negara wajib mematuhi segala peraturan Negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Aristotle, 2004, Nicomachean
Ethics; Cambridge University Press Translated by David Ross, UK
Hardiman,
F. Budi. Filsafat Fragmentaris. Yogyakarta: Kanisius, 2007.
Hal. 121.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar